Kupang-suaraNTT.com,-Sejumlah pemuda yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Korban KIP Aspirasi menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) menuntut hal 450 mahasiswa UMK yang jadi korban, pada Sabtu, 20 Juli 2024.
Dengan dimotori Organisasi Front Mahasiswa Nasional (FMN) Cabang Kupang, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi Eksekutif Kota Kupang (LMND-Ek) dan Serikat Muda-Mudi Timur (Semmut), aksi tersebut bertujuan mengawal kepedulian mereka terhadap 450 Mahasiswa UMK (Universitas Muhammadiyah Kupang) yang tengah menjadi korban manipulasi atas kebijakan dana KIP Aspirasi yang sementara bergulir di Polda NTT.
Adapun dua oknum Partai Amanat Nasional (PAN) di Kabupaten Belu yang disebutkan massa aksi saat bergantian orasi yaitu, Nini Wendelina Atok yang merupakan Anggota DPRD di Kabupaten Belu bersama Yoseph Pito Atu (Caleg DPRD di Kabupaten TTU, Dapil IV). Diketahui, keduanya merupakan pasangan suami istri.
Kepada media ini usai aksi, Koordinator Lapangan, Elia Richal menjelaskan sebagaimana Permendikbudristek No. 10 Tahun 2020 tentang kebijakan DPRD, DPR-RI, atau DPD yang bisa mengusulkan apabila masyarakat membutuhkan dana KIP Aspirasi atau biaya pendidikan.
Dikatakan Elia bahwa atas kebijakan tersebut, Nini Wendelina Atok menggunakan kewenangannya sebagai alat untuk perolehan keuntungan.
“Buktinya dalam kebijakan tersebut, tidak mengatur terkait pungutan biaya. Lantas mengapa korban dengan jumlah 450 orang ini harus dipungut atau ditagih biaya dengan besaran dua juta lima ratus ribu rupiah (Rp2.500,000,00) sampai tiga juta rupiah (Rp3.000,000,00),” ucap Elia yang juga Ketua Organisasi Serikat Muda Mudi Timur (Semmut).
Menurut Elia, pungutan tersebut belum lagi diakumulasikan dengan biaya transportasi, pengadaan pakaian, makan minum serta kebutuhan lainnya saat para korban hendak dijemput hingga penyambutan di Universitas Muhammadiyah Kupang.
“Oleh para oknum, setiap korban ini dijanjikan sejak awal kampanye jelang Pemilu lalu bahwa besaran dana yang diperoleh mencapai sembilan juta rupiah (Rp9.000,000,00) per semester. Tapi, hal itu tidak terealisasikan sama sekali,” tuturnya.
Tak hanya itu, dia pun mengungkap, terdapat narasi penipuan yang dilakukan Nini Wendelina Atok bahwa kuota penerima KIP Aspirasi yang harusnya Rp8.000,000,00 hanya dapat direalisasikan pada universitas dengan akreditasi A apabila merujuk pada aturan Permendikbudristek.
“Apabila merujuk pada aturan tersebut, jelas bahwa Nini Wendelina Atok telah melakukan narasi hingga tindakan penipuan dengan melibatkan Universitas Muhammadiyah Kupang yang masih berakreditasi B,” cecarnya.
Elia mengaku, hingga saat ini pihak universitas tidak ingin mengakui hubungan kerjasama dengan oknum partai tersebut. Atas hal itu, pihaknya menduga kuat adanya indikasi ketimpangan yang turut disembunyikan pihak Universitas Muhammadiyah Kupang.
“Kami merasa bahwa para korban ini telah ditipu dobel-dobel baik oleh oknum Nini Wendelina Atok bersama suami Yoseph Pito Atu maupun pihak kampus itu sendiri. Ketika kasus ini diangkat, malah keduanya saling saing untuk cuci tangan. ” tutupnya. (Nino)