Kupang-suaraNTT.com,-Korcam Fatuleu Organisasi Masyarakat (Ormas) Pelita Prabu, Roy Radja diduga melakukan tindakan intimidasi terhadap wartawan media Online BuserBindo. Com, Aminadab Bones.
Tindakan tidak terpuji tersebut dilakukan, buntut dari pemberitaan terkait batalnya pemasangan baliho oleh ormas Pelita Prabu di Desa Tolnaku, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang.
Dikonfirmasi media lewat panggilan telepon, pada Rabu (15/01/2025) pagi, Aminadab Bones membenarkan kejadian tersebut.
Dalam sebuah percakapan via WhatsApp dengan wartawan ungkap Aminadab, Roy Radja menanggapi kontroversi yang muncul dengan nada tegas. Ia menuduh media sebagai pihak yang hanya “mencari makan” dan mengkritik wartawan yang dianggap telah menulis berita yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Menurut Roy Radja, media tidak seharusnya membuat masalah dari pemasangan baliho yang dianggapnya sah dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Bahkan isi percakapan tersebut secara jelas mengandung unsur intimidasi terhadap kerja jurnalis dan produk jurnalistik
“Lu Aminadab, lu wartawan yang hanya kerja cari makan saja, tidak perlu kau coba-coba,” ujar Roy Radja dalam pesan singkatnya.
Ia menambahkan bahwa wartawan tidak berhak menilai organisasi Pelita Prabu yang disebutnya telah bekerja sesuai dengan aturan dan perintah dari pusat.
Kontroversi ini berawal dari pemasangan baliho Pelita Prabu di lingkungan kantor desa sebagai fasilitas publik.
Pihak media mencoba untuk mendapatkan penjelasan terkait tujuan pemasangan baliho tersebut. Namun, Roy Radja bersikeras bahwa organisasinya tidak ada kaitannya dengan pemerintah dan tidak melibatkan instansi mana pun dalam kegiatan mereka.
“Kami bekerja sesuai aturan dan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan pekerjaan tetap”, tegasnya.
Roy juga menanggapi pertanyaan wartawan yang mempertanyakan hubungan antara organisasi Pelita Prabu dengan pemerintah.
Menurutnya, organisasi ini bekerja untuk mendukung program pemerintah pusat, seperti penyediaan makanan bergizi gratis untuk masyarakat.
Meski demikian, ia merasa heran dengan reaksi yang terjadi hanya di NTT, sementara di daerah lain seperti Jawa dan Sumatra, program serupa berjalan lancar tanpa masalah.
Intimidasi Wartawan dan Klarifikasi Roy Radja
Tak hanya beradu argumen dengan wartawan, Roy Radja juga memberikan pernyataan yang bernada ancaman.
“Kemarin lu telepon beta. Beta urus orang punya kesejahteraan, bukan urus lu pun berita yang tidak jelas,” katanya dalam percakapan tersebut.
Bahkan, ia sempat menyebutkan nama wartawan yang dituduhnya “mencari makan” dari pemberitaan yang tidak berimbang.
Meski ketegangan semakin memanas, pada akhirnya Roy Radja meminta maaf atas ucapannya. Ia mengakui bahwa pada saat itu dirinya sedang dalam kondisi emosi tinggi, baru bangun tidur, dan belum makan.
“Kaka minta maaf tadi awal itu beta marah. Kaka tahu kalau beta baru bangun tidur, belum sikat gigi, belum makan apa-apa. Nanti jangan tulis yang tidak baik,” ujarnya.
Lanjut Aminadab, tim media yang terlibat dalam percakapan ini menegaskan bahwa tujuan mereka hanyalah untuk mencari keberimbangan dalam pemberitaan.
Wartawan yang terlibat berusaha menjelaskan bahwa tugas mereka adalah memberikan hak jawab kepada semua pihak yang terlibat dalam kontroversi ini.
Meskipun ketegangan sempat mencuat, suasana reda setelah permintaan maaf dari Roy Radja. Namun, kejadian ini tetap mencuri perhatian publik, mengingat potensi dampaknya terhadap hubungan antara organisasi masyarakat dan media di wilayah tersebut.
“Saya sebagai pekerja media hanya berusaha menjaga keberimbangan pemberitaan, saya juga hanya menjalankan tugas saya agar sesuai dengan kode etik jurnalistik, tidak ada kepentingan apa apa”, jelas Aminadab.
Sumber : Atlasnews.id