Sengketa Lahan di TTU Diwarnai Kejanggalan, Pengacara Minta Tindakan Tegas Propam dan Kapolres TTU

Berita119 Dilihat

SuaraNTT.com,-Kasus penyerobotan lahan yang menimpa klien Yanuarius Min Tabati SH, seorang kuasa hukum di Timor Tengah Utara (TTU), memasuki babak baru dengan sorotan tajam terhadap kinerja penyidik Polres TTU.

Yanuarius mengungkapkan kejanggalan dan perlambatan yang signifikan dalam proses penyidikan, menimbulkan pertanyaan serius tentang profesionalisme dan integritas aparat penegak hukum.

Yanuarius menjelaskan bahwa pada tanggal 14 Januari lalu, penyidik Polres TTU telah melakukan pengecekan lokasi perkara penyerobotan lahan. Pada hari yang sama, pihaknya juga menerima surat SP2P (Surat Pemberitahuan Perkembangan Penyelidikan) dan surat pemberitahuan yang dikirim ke Pertanahan. Namun, setelah lebih dari sebulan, tidak ada disposisi dari pihak Pertanahan dan tidak ada informasi perkembangan dari penyidik.

“Ini sangat janggal,” kata Yanuarius. “Seharusnya setelah pengecekan lokasi, disposisi sudah ada dalam seminggu. Tapi ini sudah sebulan lebih tidak ada kabar,” ujarnya saat menghubungi awak media pada Rabu, 19 Februari 2025.

Kejanggalan lain yang diungkapkan Yanuarius adalah panggilan telepon dari penyidik pada tanggal 13 Februari untuk pengambilan surat permohonan pengembalian batas lahan ke Pertanahan. Namun, pada tanggal 14 Februari, pihaknya justru menerima surat relaas panggilan dari Pengadilan.

“Ini mencurigakan dan cukup mengungkap kecurangan kalau ada hal yang disembunyikan di balik proses ini,” ungkap Yanuarius. “Apakah ada kerja sama, kedekatan, ataukah ada konflik kepentingan antara penyidik dan terlapor?”

Yanuarius menilai bahwa penyidik Polres TTU telah melanggar Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 3 ayat (1) yang menyatakan bahwa anggota Polri harus melakukan tugas dengan profesional dan tidak memihak. Mereka juga diduga melanggar Kode Etik Penyidik Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan bahwa penyidik harus melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan sungguh-sungguh dan tidak memihak.

Selain itu, Yanuarius juga menyoroti potensi pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Pasal 7 ayat (1) yang menyatakan bahwa penyidik harus melakukan penyelidikan dengan cepat dan efektif, serta Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1) yang menyatakan bahwa Polri harus melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan cepat dan efektif.

Untuk itu, Yanuarius mendesak Propam Polres TTU agar segera menindaklanjuti kasus ini. Ia juga meminta Kapolres TTU untuk lebih serius menanggapi kasus penyerobotan lahan yang menimpa kliennya.

“Kami merasa dikhianati dan dicurangi,” ujar Yanuarius. “Kami tidak ingin marwah institusi kepolisian harus tunduk di bawah praktik-praktik curang yang tidak pro pada keadilan.”

Yanuarius juga mengungkapkan bahwa pihak terlapor, Nikolas Timo dan Petrus Kobo, telah mengajukan gugatan perdata (PMH) setelah mediasi yang gagal pada tanggal 10 Januari 2025 silam. Namun, ia menyoroti kejanggalan nama penggugat, yaitu Ibu Monika Tafin, bukan Nikolas Timo atau Petrus Kobo.

“Tentu kami tidak membantah gugatan itu karena hak setiap individu. Tapi aneh, kenapa yang menggugat justru Ibu Monika Tafin?” tanya Yanuarius. “Ada apa di balik semua ini?”

Yanuarius berharap agar kasus ini dapat segera diselesaikan dengan adil dan transparan. Ia menekankan bahwa keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu, dan tidak ada ruang bagi praktik-praktik curang yang merugikan masyarakat. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *