Kupang-suaraNTT.com,-Laporan pansus sudah jelas, adanya dugaan penyelewengan dalam penyaluran bantuan dana Seroja bagi masyarakat terdampak di kabupaten Kupang.
Hal ini ditanggapi anggota DPRD Deasy Ballo, bahwa air mata masyarakat korban Seroja, belum di hapus oleh pemerintah daerah kabupaten Kupang.
Dikatakan deasy ballo selalu ketua komisi 3 DPRD kabupaten kupang bahwa, 5864 Kepala keluarga yang terdata dalam kategori penyintas sudah dipastikan tidak akan mendapatkan bantuan karena sesuai dengan hasil konsultasi DPRD dengan badan penanggulangan bencana nasional BNPB bahwa data-data tersebut diketahui oleh BNPB namun hanyalah produk sendiri dari BPBD.
“Mereka masih membangun mimpi entah itu dalam janji-janji yang palsu dan sebagainya tetapi sampai sekarang mereka masih membangun mimpi untuk bisa mendapatkan bantuan,” ujar Ketua komisi 3 DPRD kabupaten Kupang, usai penutupan sidang LKPJ Bupati Kupang tahun 2023 di ruang rapat DPRD kabupaten Kupang.
Sebagai anggota DPRD dalam kesadaran yang penuh dirinya merasa kecewa karena dirinya sering menerima aksi demonstrasi dari elemen masyarakat untuk meminta komisi 3 memperhatikan masyarakat terdampak bencana Seroja secara serius.
“Pada titik ini sebagai anggota DPRD sebagai ketua komisi 3 DPRD saya merasa sakit karena saya pernah menerima demo mahasiswa kabupaten kupang yang dengan tegas meminta kepada kami di komisi untuk bagaimna memperhatikan ini secara serius,”bebernya.
Deasy ballo menegaskan bahwa jika ada indikasi sebagaiman yang telah disampaikan pansus maka hal itu merupakan kejahatan luar biasa.
“Kalau ada manipulasi soal anggaran dari bencana, maka bagi saya ini adalah kejahatan kemanusiaan, dan kejahatan kemanusiaan tidak bisa diampuni bahkan cari tuhan sekalipun,” tegasnya lagi
Menurut deasy balo kejahatan kemanusiaan yang dilakukan pemerintah daerah kabupaten Kupang harus di ampuni lewat proses hukum, sehingga rekomendasi pansus adalah jalan terbaik.
“Apa yang kita curigai apa yang menjadi indikasi itu biarlah hukum yang menjadi panglima.
Pada titik ini sebagai anggota DPRD sebagai ketua komisi 3 DPRD saya merasa sakit karena saya pernah menerima demo mahasiswa kabupaten kupang yang dengan tegas meminta kepada kami di komisi untuk bagaimna memperhatikan ini secara serius.
Sementara Panitia Khusus (PANSUS) telah menyampaikan catatan strategis dan rekomendasi terhadap laporan keterangan pertanggungjawaban Bupati Kupang tahun anggaran 2023.
Salah satu yang disampaikan adalah terkait masalah penyaluran dana bantuan seroja yang diduga tak mampu dipertanggungjawabkan oleh pemerintah daerah kabupaten Kupang.
Ketua Pansus, Habel Mbate didampingi Ketua DPRD Daniel Taimenas dan Wakil Ketua Sofia Malelak de Haan bersama para anggota pansus kepada media, Senin 29 April 2024 mengungkap tidak adanya transparasi penyaluran bantuan dana Seroja.
“Terjadinya carut marut penyaluran dana bantuan kepada korban seroja. Kami juga sudah tiga kali bertemu Dirjen BNPB pusat guna memastikan apa yang menjadi keluhan masyarakat terdampak seroja pada April 2021. Namun hasilnya banyak kejanggalan-kejanggalan,” ungkapnya.
Dikatakan Habel Mbate ada perubahan data akibat verifikasi dan validasi yang dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Kupang, yakni data awal yang menjadi dasar pemerintah pusat menyalurkan anggaran sebesar 229 miliar rupiah tersebut
“Jadi data awal yang menjadi rujukan BNPB menyalurkan dana stimulan 229 miliar yakni hasil review APIP BNPB 11.036 KK dengan rincian 2.057 KK penerima bantuan rusak berat senilai 50 juta rupiah per KK, 2.430 KK penerima bantuan rusak sedang senilai 25 juta rupiah per KK dan 6.549 KK penerima bantuan rusak ringan senilai 10 juta rupiah. Namun yang verifikasi dan validasi ulang oleh Pemda Kabupaten Kupang terjadi pengurangan data dengan penerima dana stimulan menjadi 10.620 KK dengan rincian 921 KK penerima bantuan rusak berat, 2.296 penerima bantuan rusak sedang dan 7.403 KK penerima bantuan rusak ringan,” ujar Ketua Pansus Habel Mbate memberi penjelasan asal muasal terjadi kekacauan penyaluran seroja.
Menurutnya, dari data yang ada maka tentu ada kelebihan anggaran. Ketika Rapat Dengar Pendapat (RPD) bersama BPBD Kabupaten Kupang diperoleh informasi dana sisa sebesar 46 miliar rupiah. Namun DPRD mendapatkan hasil berbeda dari BNPB RI bahwa jumlah dana yang harus dikembalikan ke kas negara berdasarkan audit sebesar 51,6 miliar rupiah, dan yang sudah disetor kembali sebesar 27,5 miliar. Sehingga tersisa 24 miliar.
“Dari dana sisa 24 miliar tersebut, yang ada di BRI Unit Oesao dan Camplong hanya sebesar 2,1 miliar. Sedangkan sisanya lagi sebesar 21,8 miliar tidak diketahui keberadaannya, karena Pansus tidak mendapatkan print rekening koran dari BRI,” ungkapnya.
Habel menyesalkan sikap pihak BRI yang tidak memberikan print rekening kepada DPRD. Hal ini berujung pada sikap DPRD yang akan segera membawa persoalan ini ke aparat penegak hukum.
Ditambahkan anggota Pansus Anthon Natun bahwa dalam persoalan penyaluran bantuan seroja ini diduga kuat ada indikasi penyalahgunaan keuangan Negara. Mestinya anggaran 229 miliar rupiah tersebut langsung dibagikan kepada 11.036 KK sebagaimana data awal BNPB RI.
“Kalau pemerintah langsung realisasi tidak ada masalah, tetapi yang terjadi adalah pemerintah melakukan verifikasi ulang dan timbullah persoalan. Saya mau katakan bahwa bencana ini dijadikan proyek untuk menguntungkan orang orang tertentu,” ungkapnya.
Anthon Natun juga mengatakan bahwa setelah data dirubah, pemerintah Kabupaten Kupang kembali meminta anggaran lagi untuk penyintas, tapi belum membuat laporan pertanggungjawaban keuangan Negara terkait dana 229 miliar rupiah.
“Pemerintah Kabupaten Kupang sudah menyalahi aturan yang ada. Sekarang usul lagi proposal minta anggaran tahap dua untuk lima ribu penyintas sebesar 95 miliar rupiah. Saya mau katakan dengan tegas bahwa dana penyintas tidak dapat realisasi karena nama-nama penyintas tidak masuk dalam rencana rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana (R3P),” jelas Anton.