Sejumlah Warga Desa Konbaki Pemilik Hak Ulayat Tuntut Ganti Rugi

Ket, Foto: Nampak warga  Desa Konbaki di lokasi pembangunan Bendungan Temef  

Laporan Reporter: ARDI SELAN 

SUARA NTT .COM. SOE -TTS-Sejumlah warga pemilik hak ulayat tanah warga Desa Konbaki Kecamatan Polen Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS ) lakukan aksi protes menuntut penyelesaian pembayaran ganti rugi di Lokasi pembangunan Bendungan Temef

Aksi protes tersebut dilatar belakangi karena penyelesaian pembayaran ganti rugi tanah ulayat milik warga, termasuk 81 warga pemilik tanah Ulayat dengan 137 bidang tanah yang masuk dalam lokasi pembangunan Bendungan Temef yang belum terselesaikan hingga saat ini.

Oleh karena itu puluhan warga pemilik ulayat saat di temui para awak media di Desa konbaki tepatnya di lokasi Bendungan Temef menyampaikan kekecewaan mereka lantaran tidak adanya transparansi terkait pembayaran ganti rugi.

Dijelaskan Edi Fina, warga RT 16 RW 08 Desa Konbaki, Kecamatan Polen, Kabupaten TTS, menegaskan bahwa tanah yang menjadi isu ganti rugi telah menjadi milik masyarakat selama tujuh generasi. Meskipun pemerintah mengklaim sebagai tanah kehutanan, cerita turun temurun dan keberadaan kuburan di sana membuktikan sebaliknya.

“Sampai saat ini orang tua resah, kecewa atau marah karena pemerintah mengklaim bahwa tanah dari tempat ini ke Fonte kira-kira lima kilo, mengklaim bahwa tanah kehutanan “,ungkap Edi

Egidion Tefnai tokoh adat dan kepala dusun 3 Desa Konbaki, membenarkan bahwa tanah tersebut sesuai kesepakatan awal adalah milik masyarakat, bukan kawasan kehutanan. Ketidakpastian dan ketegangan terus berlanjut, menyoroti perlunya penyelesaian adil dan transparan dari pemerintah untuk menghindari konflik lebih lanjut.

“Kami minta pemerintah bisa menyikapi pengeluhan masyarakat sehingga bisa diselesaikan dengan baik.karena jujur kami tidak akan mau untuk dibayar dengan kompensasi ,karena kalau dari awal kesepakatan untuk bayar secara kompensasi maka kami pasti tidak mau dari awal juga”,tegas Egidion.

Yunus Kese juga merasa kecewa karena awalnya pemerintah mengakui tanah sebagai milik masyarakat. Mereka menolak kompensasi dan meminta pemerintah untuk membayar ganti rugi sesuai dengan Undang-undang Nomor 12 tahun 2012.

” kami masyarakat merasa kecewa karena data awalnya adalah tanah ini tanah masyarakat, sehingga pembayaran tahap satu dua tiga empat berjalan dengan lancar, kenapa sampai tahap ke lima harus berujung tanah kehutanan, itu yang kami pertanyakan” ungkap Yunus,

Pertemuan antara PRKP, BWS, dan masyarakat dijadwalkan pada Rabu depan untuk membahas masalah ini. Yunus Kese menyampaikan harapannya agar pemerintah memperhatikan keluhan masyarakat dan menyelesaikan konflik dengan adil. Dia juga mencatat perbedaan pembayaran ganti rugi pada tahap lima yang pemerintah klaim sebagai tanah kawasan kehutanan.

Selain itu, pembayaran ganti rugi juga menuai ketidakpuasan karena perbedaan nilai. Menurut Yunus, kesepakatan awal menyebutkan bahwa satu kuburan akan digantikan dengan delapan juta enam ratus lima puluh ribu rupiah, namun saat ini belum ada kejelasan, bahkan ada informasi bahwa satu kuburan hanya akan digantikan dengan lima juta tujuh ratus ribu rupiah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *