Kupang-suaraNTT.com,–Hotel Aston salah satu hotel termegah yang memiliki 18 lantai di kota kupang Kupang terancam akan dicabut izin dan tidak akan beroperasi sebab diduga dokumen amdal bermasalah
Hal ini disampaikan dinas lingkungan hidup melalui PLH Kepala bidang I Erick Muskitta bahwa sejauh ini Aston kupang belum melengkapi dokumen amdal atau analisis dampak lingkungan kepada dinas lingkungan hidup untuk dikelurkan izin atau persetujuan.
Erick Muskitta mengungkap setelah tim pengawasan dari dinas turun mengecek ternyata ditemukan bahwa dokumen amdal yang dimiliki tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebagai bentuk sikap tegas dinas telah memberikan sanksi administrasi, secara tertulis bahwa pelaku usaha harus menyusun dokumen amdal untuk memperoleh persetujuan lingkungan hidup.
Dikatakan PLH Kabid I DLHK bahwa hasil persetujuan awal yang menjadi dasar Usaha hotel Aston dibatalkan karena dari hasil pengawasan dinas lingkungan hidup ditemukan tidak sesuai dengan ketentuan sehingga harus disusun dokumen yang baru untuk dipergunakan.
“Nanti akan ada tim uji kelayakan itu yang akan memeriksa dokumen ini, setelah layak sudah sesuai dari segi aturan, pengetahuan semua sudah di kaji baru diterbitkan persetujuan lingkungan hidup,” Papar Erick kepada media di ruang kerjanya Kamis (05/12/2024).
Untuk diketahui sebelumnya tim media bertemu dangan sejumlah warga yang hidup dalam ketakutan akibat pembangunan Hotel Aston Kupang yang jaraknya hanya 3,5 meter dari pemukiman mereka.
Jarak yang sangat dekat ini dinilai melanggar aturan tata bangunan, terutama mengingat hotel tersebut memiliki 18 lantai.
Lamani Ali, salah satu warga yang rumahnya paling dekat dengan hotel mengungkapkan kekhawatirannya akan bahaya runtuhan bangunan apabila terjadi gempa bumi.
“Selama bertahun-tahun kami harus hidup dengan kegelisahan kalau-kalau terjadi gempa bumi. Jadi, setiap kali gempa bumi kita kasih bangun keluarga pakai tendang supaya jangan ada yang celaka dan cepat terhindar dari bahaya runtuhan, ” ujar Lamani saat ditemui wartawan di rumahnya pada Selasa, 13 Oktober 2024 yang lalu.
Berdasarkan pengakuannya, izin pembangunan hotel tersebut diduga melanggar sejumlah peraturan. Ia mencontohkan aturan mengenai jarak bebas bangunan bertingkat dengan bangunan lain.
“Nah, hotel ini melanggar peraturan jarak bebas. Seharusnya dengan tinggi 18 lantai, jarak bebas minimalnya lebih dari 12 meter, bukan hanya 3 setengah meter seperti yang ada sekarang,” ungkap Lamani.
Ia juga mengeluhkan tidak adanya perhatian dari pemerintah dan pihak hotel terkait permasalahan ini. Atas hal itu, ia merasa sebagai masyarakat kecil hanya akan menemui jalan buntu setiap ingin mendapatkan keadilan.
“Kami orang kecil ini mau menghadap ke mana, kalau semua pihak pada diam saat kita bicara terkait masalah yang kita alami dan hadapi ini. Apakah pemerintah ini sudah dibeli ataukah sudah jadi bonekanya pengusaha, saya juga tidak mengerti. Tapi mereka yang mengerti aturan kok diam,” cecar Lamani penuh kesal.
Selain ancaman fisik akibat runtuhan bangunan, warga juga mengalami dampak psikologis yang signifikan. Ketakutan akan bahaya yang mengintai setiap saat membuat mereka sulit menjalani kehidupan dengan tenang.
Lamani berharap agar pemerintah segera turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan ini. Ia meminta agar izin pembangunan hotel tersebut ditinjau ulang dan apabila terbukti melanggar aturan, harus ada tindakan tegas guna melindungi hak-hak mereka dari potensi bahaya yang mengancam nyawa.
“Kami hanya mau hidup dengan tenang tanpa harus khawatir akan bahaya. Sehingga pemerintah harus ambil langkah tegas untuk lindungi hak-hak kami dari kemungkinan bahaya. Ini kalau pemerintah diam, nyawa kami terancam!” Tegas Lamani.