Alor-suaraNTT.com,-Sejumlah masa aksi menduga Polres Alor ketakutan saat mendapat kunjungan dari Kapolda Nusa Tenggara Timur NTT.
Dugaan itu muncul di karenakan ada dugaan oknum anggota polri yang bertugas di Polres Alor melakukan tindakan penganiayaan dan dugaan pelecehan seksual terhadap salah satu Bayangkari di lingkup Polres Alor, namun proses penyelesaiannya diduga ada upaya perlindungan terhadap oknum anggota polisi.
Hal itu di sampaikan masa aksi yang sedang berorasi, bahwa peristiwa hukum yang telah disidangkan bukan merupakan kasus penganiayaan tetapi ada dugaan pelecehan seksual, namun di abaikan begitu saja.
“Apa yang kami lakukan adalah untuk membuka kedok kepolisian bahwa ada anggotanya yang melakukan pelecehan,”ujar sala satu orator saat berorasi.
Adapun salah satu masa aksi yang enggan namanya disebut saat di konfirmasi usai melakukan demonstrasi membenarkan kejadian tersebut, bahwa kebetulan polda NTT melakukan kunjungan ke kabupaten alor sehingga mereka berpikir untuk membuka kedok kepolisian di polres Alor yang diduga melindungi anggotanya yang bermental jorok dan kotor.
“Polres takut ko tidak, karna ada kunjungan dari polda NTT sehingga hari ini mereka akan berupaya menghalangi dan membubarkan aksi kami, namun kami akan terus berjuang.” Ujarnya
Untuk diketahui Tindakan represif dan penganiayaan terhadap Mahasiswa dan masyarakat oleh anggota polres Alor viral di media sosial.
Peristiwa itu terjadi Kamis, 21 Maret 2024 saat anggota polisi Polres Alor mengawal masa aksi yang berunjuk rasa atas dugaan penganiayaan dan pelecehan seksual terhadap Bayangkari yakni Istri dari salah seorang Anggota Polri di Polres Alor yang dianiaya dan dilecehkan oleh salah satu teman sesama anggota Polri di Polres Alor pada tanggal 28 April di tahun 2023 lalu,. Dan telah dilaporkan ke Reskrim Polres Alor dengan nomor Laporan Polisi LP-B / 112 / IV / 2023 / SPKT / Polres Alor / Polda NTT, Tanggal 29 April 2023. selain itu dikarenakan pelaku adalah anggota Polri, Si propam Polres Alor juga sudah menangani kasus pelecehan tersebut.
Kapolres Alor AKBP Supriadi R, kepada media membenarkan adanya tindakan represif anggota kepolisian terhadap para pendemo namun menurutnya tindakan anggotanya sudah sesuai SOP.
Menurut Kapolres Alor, anggota kepolisian tidak langsung melakukan tindakan represif melainkan sempat mengambil langka persuasif.
Disampaikan Kapolres alasan utama dibubarkannya adalah masa aksi tidak mengantongi surat izin dari kepolisian.
“Setiap kegiatan masyarakat perlu meminta ijin dan dgn ijin itu akan kita buat renpam dan melaksanakan pengamanan dr Kepolisian. Dan jika ada penanganan yg tdk sesuai SOP akan tindak sesuai aturan yg berlaku” Tulis Supriadi melalui pesan WhatsApp kepada tim media ini.
Saat ditanyakan soal dasar hukum dari surat Izin, Kapolres Alor tidak merespon pertanyaan tim media.
Sementara ketua umum kerukunan mahasiswa nusa kenari, KEMAHNURI kupang, Marthen Atabuna membantah Kapolres Alor bahwa Aksi unjuk rasa atau demo mahasiswa tidak dilarang oleh Undang-Undang dan dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945. Bahkan para demonstran tidak perlu meminta izin ke kepolisian dan hanya perlu membuat surat pemberitahuan.
Menurut Marthen Atabuna, secara organisasi dirinya akan membangun koordinasi dengan polda NTT untuk menyikapi secara serius atas tindakan anggota kepolisian yang merusak citra baik Polri.
Bahkan Marten Atabuna, meminta Kapolres Alor meminta maaf secara terbuka atas tindakan anggota polisi yang tidak terpuji, jika tidak, maka Kemahnuri kupang akan menggalang masa dan melakukan desakan terhadap kapolda NTT.
Lebih lanjut Marthen Menjelaskan bahwa tindakan anarkis yang di lakukan anggota polisi di Alor saat melakukan pengawalan terhadap masa aksi yang sedang melakukan demontrasi kasus dugaan pelecehan yang di lakukan oleh oknum polisi terhadap seorang ibu bayangkari.
“Kami melihat ada penyalahgunaan kewenangan oleh anggota polres Alor yg sedang melakukan fungsi pengawalan terhadap masa aksi” Ujarnya.
Dirinya juga mengecam keras tindakan anarkis yang di lakukan oleh oknum kepolisian terhdap masa aksi, menurutnya tindakan itu sangat menciderai sistem demokrasi di Alor.
Mahasiswa asal Nusa kenari yang tergabung dalam. Kemahnuri menduga bahwa anggota polres Alor yg melakukan tindakan tersebut tidak paham UUD 1945 pasal 28 E yang mengatur tentang hak penyampaian Pendapat di muka umum.
“Kapolres harus bertanggungjawab terhadap Perlakuan tidak senonoh yg di lakukan oleh anggota polres Alor. Karena ini atas perintah kapolres untuk melakukan pengawalan terhadap masa aksi, kalau tidak mengerti aturan kenapa tidak kasih saja ke anggota polisi yg paham aturan UU tentang penyampaian pendapat di muka umum.
Perlakuan kata Marthen anggota polisi terhadap masa aksi menunjukkan bahwa kapolres gagal dalam melakukan pembinaan terhadap anggota-anggotanya.
“Kami minta kepada KAPOLDA untuk segera melakukan pembinaan terhadap kapolres Alor sehingga bisa melakukan pembinaan yang baik terhadap anggota-anggota kepolisian di Alor.” Tutupnya
Sebelumnya dilansir media online FKKNews.Com salah satu Korban yang pernah dianiaya oleh Anggota polri bernama Bripka Adrianus Adeanto Aran yang merupakan anggota Polsek ATU di Rumah dinas Asrama Polsek mebung di Desa Alim Mebung, Kecamatan Alor Tengah Utara, Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Penganiayaan dilakukan Anggota Polri Adrianus itu saat mereka sedang melakukan pesta miras di teras asrama korban di saat masih jam dinas, dan pelaku juga memakai pakaian PDL setengah dinas bersama ke 2 rekan yg satu dari mereka juga berstatus anggota polri.
Peristiwa ini sudah terjadi pada tanggal 28 April di tahun 2023 bahkan sudah banyak media baik media Nasional dan Regional yang memberitakan peristiwa tersebut, korban merasa bahwa ada dugaan Pihak Polres Alor untuk menyembunyikan kasus ini kepada Kapolda Nusa Tenggara Timur agar tidak diketahui. Bahwa dalam salinan surat Keputusan Kapolri Nomor : Kep/814/VI/2023. pada tanggal 24 Juni 2023. Polres Alor sebagai Polres terbaik di setiap Polda dalam pelaksanaan Quick Wins Presisi tahun 2022/2023 sehingga mendapatkan piagam penghargaan dari Kapolri, sementara kasus penganiayaan yang dilakukan Anggota Polri itu terjadi di 28 April 2023.
Awal nya dari proses pemeriksaan di polres Alor Kasus di angkat dengan kasus Pencabulan yang kemudian dikirim ke kejaksaan negeri Alor lalu jaksa mengembalikan berkas ke polres Alor dan minta di ganti menjadi kasus penganiayaan dengan alasan kurang nya alat bukti, karna visum yg menjadi alat buktinya berupa bekas gigitan di bahu belakang kanan korban.
“Untuk kasus ini saya sebagai korban tidak pernah merasa di aniaya tetapi saya di cabuli, ini sebenarnya bukan penganiayaan tapi yang saya lapor ke Polres Alor itu karena saya di lecehkan, karna pelaku saat itu sudah dalam kondisi sedikit beraroma alkohol dan masuk ke dalam rumah dinas saya dan suami tanpa ijin dan langsung melakukan tindakan pelecehan dengan cara memukul pantat, memeluk dan meremas Payudara saya, Pelaku juga memeluk dan menggigit saya dari belakang, namun pada saat proses hukumnya di polres Alor kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Alor, Pihak Kejaksaan Mengembalikan Berkas Kasus ke Polres Alor dengan dasar bahwa tidak memenuhi alat bukti, padahal sudah jelas kronologis kejadian kasus ini sudah saya jelaskan pada waktu saya di minta keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), tapi pada akhirnya kasus pelecehan ini diganti dengan pasal penganiayaan dan sudah diproses sampai pada tahapan putusan pengadilan di pengadilan negeri Kalabahi,” Jelas korban kepada media Selasa (12/03/2024) lalu.
“Saya sebagai korban sangat merasa dirugikan, karena saya seorang perempuan, dan saya adalah Bhayangkari dari Suami saya yang juga merupakan Anggota Polisi di Polsek Alor Tengah Utara dan sampai saat ini tidak ada tindakan Tegas oleh pihak Polres Alor terhadap pelaku seperti menjatuhkan Sanksi kode etik terhadap Pelaku hingga saat ini belum ada, saya menduga bahwa kasus ini Polres Alor sedang menutup-nutupi dan tidak ada usaha untuk diselesaikan secara adil, Kita bisa lihat dalam rentan waktu antara Kapolres Alor menerima penghargaan oleh Kapolda NTT setelah Kasus saya itu terjadi di bulan April, tentu kita bertanya Kok Bisa Salah satu Anggota Polisi di Polres Alor melakukan tindakan melanggar hukum namun Kapolres Alor menerima Penghargaan dari Kapolda NTT?”tambahnya Sembari bertanya.
Sebelumnya, korban sudah menaruh harapan besar kepada petinggi polres untuk menyikapi dan memproses kasus ini seadil adilnya karna semua bagian yg ada di dalam kasus ini adalah orang-orang internal dari institusi polres Alor, sebagaimana disebut, pelaku adalah polisi korban istri seorang polisi, yg tersakiti karna kasus ini adalah suami yg juga seorang polisi bahkan kejadian pun di dalam asrama polisi. Korban meminta untuk keadilan yg sebenarnya benar nya tanpa ada yg di tutup tutupi dan itu akan di pertanggung jawabkan pada sidang polri nanti di polres Alor .
“Korban menjelaskan kekecewaannya, saat kasusnya yang dari pencabulan ke penganiayaan pelaku di tuntut dengan pasal 351 ayat 1 dengan hukuman penjara 2 tahun 8 bulan, tetapi sangat di sayangkan oleh Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Alor, pelaku hanya dituntut 6 bulan penjara yang kemudian divonis Hakim Pengadilan Negeri Kalabahi, 5 bulan penjara di potong masa penahanan jaksa dan terhitung setelah selesai sidang 1 Minggu lebih nya pelaku Adrianus langsung bebas . Berjalan nya waktu namun sampai saat ini belum terjadi sidang polri , bahkan korban sudah mendapatkan surat panggilan sidang tetapi di tunda 2 kali, dengan berbagai alasan yg di berikan pihak polres Alor.
Menurut Korban, Dirinya yang mengalami Pelecehan ini diganti dengan pasal penganiayaan oleh pihak kejaksaan karena tidak memenuhi alat bukti. Korban melihat dari kasus sampai pada kejaksaan sudah banyak kejanggalan yang di terima korban, baik dari jadwal-jadwal persidangan korban hanya menerima surat panggilan sidang untuk keterangan korban dan saksi 1kali saja, bahkan saat persidangan korban pun, korban berusaha membuka kronologi sehingga terjadi nya kejadian sampai bisa di gigit oleh pelaku namun sayang dari hakim dan JPU tidak berusaha menggali kasus tersebut tetapi seperti membiarkan dan hanya sekedar menasehati pelaku saja .
Sidang pun hanya berlangsung kurang lebih 10 menit saja, korban sangat merasa kecewa akan sikap dari hakim tersebut.
Setelah hari persidangan korban, persidangan-persidangan berikutnya korban tidak di beritahukan atau di infokan kabar sidang selanjutnya sampai pada sidang keterangan pelaku, korban tidak di wajibkan untuk mengikuti sidang pelaku dengan bahasa bahwa kasus sudah di tangani langsung oleh JPU tersebut, dan akhirnya kejanggalan itu lebih terlihat sampai pada sidang putusan di pengadilan itu korban dan keluarga tidak di beritahukan sampai akhirnya korban dan suami berinisiatif untuk mencari tau sidang putusan melewati beberapa kenalan yang bekerja pada pengadilan.
Akhirnya korban mengetahui tanpa melalui undangan bahwa sidang putusan di langsungkan pada hari senin tanggal 4 Desember 2023 pada pukul jam 9 pagi, dan di ulur tanpa alasan yang pasti sampai pada pukul 17.30, dan lebih mengecewakan korban dan keluarga, dari pihak pengadilan menginfokan bahwa korban tidak bisa mengikuti persidangan putusan saat itu, dan hanya bisa mendengar dari luar ruangan, sehingga membuat korban sempat drop dan akhirnya di bawa pulang oleh keluarga, sehingga sidang tersebut tidak di ikuti oleh korban. Saat sudah sampai di rumah korban barulah mendapatkan info melalui via WhatsApp dari teman yg bekerja di pengadilan atas hasil putusan hakim dan sungguh membuat korban merasa sangat kecewa.
Korban dan suami kecewa atas sikap JPU dan hakim memberikan sanksi yang sangat tidak sesuai dengan perbuatan pelaku seperti membenarkan perbuatan pelaku yg menggigit perempuan yang notabene selain seorang bhayangkari korban adalah istri orang, karna hal itu sangatlah tidak etis dan harus sebenarnya di tindak hukum dengan adil. Korban sangat kecewa dgn tuntutan JPU yg hanya 6 bulan dan putusan hakim 5 bulan, karna menurut korban, hukuman tersebut bisa di ringankan jika sudah ada surat perdamaian antara pihak korban dan pelaku, sedangkan dari awal masalah hingga pada persidangan pelaku tidak pernah beritikad baik untuk meminta maaf kepada korban dan suami.
Oleh karena itu Korban Memohon kepada bapak Kapolri, bapak Kapolda NTT dan juga kepada bapak Kapolres Alor, Tolong memerintahkan Pihak Polres Alor untuk segera tindak lanjut Anggota Polisi yang sudah jelas-jelas melanggar aturan Polri Ini dikarenakan yang bersangkutan telah melanggar aturan kode etik Polri, lantaran melakukan tindakan melanggar Hukum Pencabulan namun diganti dengan pasal Penganiayaan oleh penegak hukum Terhadap dirinya Selaku Bhayangkari
“Bapak Kapolri, Bapak Kapolda NTT dan bapak Kapolres Alor, saya sebagai korban, saya sebagai bhayangkari meminta keadilan dan perlindungan kepada bapak, saya sangat sedih mendapatkan perlakuan seperti ini di dalam lingkup yg seharusnya sy di lindungi dengan baik bukan menerima perlakuan jahat dari anggota polri yg sebenarnya tau dan sangat mengerti aturan hukum, saya mohon tindakan yg adil dari masalah ini untuk pelaku agar menjadi pelajaran besar bagi anggota kepolisian lain nya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka sebagai penegak hukum,” ujar korban.
“Saya memohon dengan sangat hormat untuk sidang kasus yg saya alami ini, bukan hanya sekedar sebuah sidang disiplin melainkan sidang kode etik PTDH(Pemecatan tidak dengan hormat) untuk pelaku atas nama BRIPKA ADRIANUS ADEANTO ARAN alias BOIS karna menurut saya sebagai bhayangkari yang ada dalam ikatan bagian polri saja sudah di buat seperti ini apa lagi perempuan dari masyarakat biasa, saya mohon pelaku di tindak seadil-adilnya sesuai dengan perbuatan pelaku, karna pelaku sudah sangat mencoreng lembaga institusi polri dan sudah tidak pantas menjadi seorang anggota polri lagi, “jelas korban menaruh keadilan dan harapan besar pada polres Alor.(**)