Kupang-suaraNTT.com,-Dominasi Jaksa didalam RUU KUHAP
Penguatan atau penerapan asas Dominus Litis dalam Rancangan KUHAP berakibat tumpang tindih nya kewenangan antara kejaksaan dan kepolisian.
Pada sisi terpisah kedudukan kepolisian Negara Republik Indonesia yang secara langsung berada di bawah Presiden dan fungsi Polri ditengah masyarakat sangat sentral, bahwa dengan kata lain lembaga negara semisal Polri ini punya peran daan fungsi yang sangat sentral didalam Undang Undang No. 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana.
Dengan peran yang sangat sentral yang dimiliki jaksa dengan pendekatan asas Dominus Litis sudah cukup memposisikan jaksa sebagai pelaksana kekuasaan negara dibidang penuntutan.
Disisi lain mari kita lihat fungsi peran serta tugas polri didalam undang undang nomor 2 tahun 2002 tentang kepolisian Negara Republik Indonesia yang berisikan fungsi, peran dan tugas yang mendasari profesi polri yang merupakan fungsi pemerintahan dan alat Negara dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Secara sederhana kedua lembaga negara yang menjalankan fungsi kekuasaan ini perlu diberi ruang yang berkesesuaian sehingga tidak terjadi dominasi yang bersifat absolut.
Sehubungan dengan fungsi berlebihan tersebut diatas yang diperlihatkan terhadap kita didalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang Kejaksaan Nomor 16 Tahun 2004 RUU Kejaksaan bisa menimbulkan persoalan bagi rakyat, karena kewenangan penyidikan pada hakekatnya dapat melanggar hak asasi secara sah” seperti melakukan upaya paksa yaitu penangkapan, penahanan, penyidikan dan penyitaan, bahkan bisa mengintervensi penyidikan dan penyelidikan yang seharusnya mejadi tugas dan fungsi Kepolisian
Dewasa ini kita tahu bahwa tahap pra-ajudikasi sebagai tahap awal dari sistem peradilan pidana di Indonesia ialah melaksanakan penanganan proses pidana melalui fungsi penyidikan dan penuntutan.
Antara fungsi penyidikan dan penuntutan saling berhubungan erat, dimana tahap yang satu meletakkan dasar-dasar bagi tahap yang lain dan saling mendukung satu sama lain.
Peradilan pidana merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai subsistem, termasuk kepolisian sebagai penyidik, kejaksaan sebagai penuntut, pengadilan sebagai pihak yang memutus perkara, serta lembaga pemasyarakatan sebagai eksekutor.
Semua lembaga ini harus memiliki kewenangan yang seimbang agar tidak terjadi dominasi yang berlebihan.
Alat kekuasaan negara yang lebih dekat dengan masyarakat ada pada Kepolisian.
Kalau diperhatikan dan dikaji secara koheren perubahan perubahan tak wajar dari rancangan KUHAP Jaksa memilik penambahan wewenang yang tak terbatas, hal ini bisa kita lihat pada kewenangan kejaksaan dalam penanganan perkara pidana ditingkat penyidikan dan penyelidikan.
Pada saat yang sama didalam menjalankan sistem peradilan pidana yang berkeadilan, mula mula kita mesti memastikan keseimbangan kewenangan antar lembaga yang berkedudukan langsung dibawah Presiden, dalam sistem peradilan pidana sangat penting untuk menjaga prinsip keadilan dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan, dominasi fungsi yang berlebihan.
Fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia Polri sendiri dapat dibedakan menjadi dua dimensi, yaitu dimensi yuridis dan dimensi sosiologis.
Dalam dimensi yuridis, fungsi Polri dibedakan menjadi fungsi kepolisian umum dan fungsi kepolisian khusus. Fungsi kepolisian umum berkaitan dengan kewenangan kepolisian berdasarkan undang-undang meliputi semua lingkungan kuasa hukum, seperti kompetensi hukum publik, orang, tempat, dan waktu. Sedangkan fungsi kepolisian khusus berkaitan dengan kewenangan kepolisian yang ditentukan secara khusus oleh undang-undang. yang di selenggarakan oleh alat-alat kepolisian khusus, seperti penyidik pegawai negeri sipil.
Sementara itu, dalam dimensi sosiologis, fungsi Polri adalah rumusan fungsi yang diemban oleh Polri dalam tata kehidupan masyarakat. Artinya antara kepolisian dan kejaksaan didalam tatanan masyarakat kalau dilihat dari terkait fungsi dan wewenang yang diatur oleh hukum positif, memberi posisi Polri jauh lebih dekat dan bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Fungsi jaksa sudah cukup didalam KUHAP Ketentuan itu diatur dalam KUHAP Pasal 1 butir 7 dan pasal 14 pasal 137. Kewenangan melakukan penuntutan sejatinya menjadi monopoli mutlak penuntut umum yang lazim disebut asas Dominus Litis. Secara harfiah Dominus Litis sendiri berasal dari bahasa latin. Dominus yang artinya pemilik dan Litis artinya perkara.
Oportunitas fungsi yang dimiliki jaksa didalam pasal 1 butir 7 sudah sangat cukup memberi jangkauan jaksa sebagai penuntut di dalam peradilan pidana sehingga penerapan asas Dominus Litis dianggap tak efektif.
Wewenang jaksa di bidang pidana sendiri dibagi menjadi beberapa variabel semisal, melakukan penuntutan atas perkara pidana, Melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu, Melengkapi berkas perkara tertentu, mengawasi pelaksanaan pidana bersyarat pidana pengawasan dan keputusan lepas bersyarat, melakukan pemulihan aset, melakukan mediasi penal, melakukan sita eksekusi, mengajukan peninjauan kembali, melakukan penyadapan, normatifnya Jaksa penuntut umum JPU adalah pejabat yang bertanggung jawab untuk mengajukan tuntutan pidana dan mewakili pihak publik dalam persidangan.
Artinya fungsi yang memadai di dalam KUHAP yang diberlakukan saat ini sudah cukup memadai bagi jaksa.
Oleh: Hamid Nasrudin Anas
AKTIVIS PEGIAT HUKUM DAN PARALEGAL/ADVOKAD
Menolak penerapan Asas Dominus Litis pada sistem peradilan pidana.