Kupang-suaraNTT.com,-Sebanyak 30 mahasiswa semester 6 Sekolah Tinggi Ilmu Pastoral (Stipas) Kupang, yang juga merupakan anggota Senat Mahasiswa, mengikuti pelatihan intensif selama tiga hari untuk menjadi agen perubahan dalam pencegahan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) pada Minggu, 26 Januari 2025.
Kegiatan yang berlangsung di Aula Stipas Kupang ini bertujuan membekali para calon katekis dan guru agama Katolik dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk memberikan pendampingan kepada masyarakat, khususnya di daerah-daerah terpencil.
Hermanus Boli Bayo Payong, Ketua Senat Mahasiswa Stipas Kupang, mengungkapkan antusiasmenya terhadap pelatihan ini.
“Kedepannya, kami akan menjadi fasilitator untuk melakukan pendampingan terkait kasus-kasus TPPO yang sering terjadi di kampung-kampung. Kami sudah dibekali dengan pengetahuan dasar tentang perdagangan manusia dan menyadari betapa banyak kasus yang terjadi tanpa kita sadari,” ujarnya.
Hermanus menambahkan, “Selama pelatihan, kami semakin memahami modus operandi para pelaku TPPO yang kerap membungkus penipuan dengan iming-iming pekerjaan yang menjanjikan. Kami juga belajar tentang pentingnya memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak mudah tertipu.
Senada dengan Hermanus, Romo Agus Duka SVD selaku Ketua Koordinator kegiatan, menekankan pentingnya pelatihan ini dalam konteks migrasi.
“Migrasi yang tidak aman menjadi salah satu faktor utama terjadinya TPPO. Banyak orang yang pergi mencari pekerjaan di luar negeri tanpa persiapan yang matang, sehingga mudah menjadi korban eksploitasi,” jelas Romo Agus.
Romo Agus juga menyoroti perbedaan antara migrasi yang aman dan tidak aman. “Migrasi yang aman adalah ketika seseorang berpindah untuk mencari pekerjaan dengan dilengkapi dokumen yang lengkap dan keterampilan yang sesuai. Sayangnya, banyak kasus migrasi di Indonesia, khususnya ke Malaysia, yang dilakukan secara ilegal tanpa dilengkapi dokumen yang diperlukan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Romo Agus menjelaskan bahwa salah satu penyebab utama terjadinya migrasi ilegal adalah kemiskinan dan ketidaksetaraan gender.
“Perempuan seringkali menjadi korban TPPO karena mereka dianggap sebagai properti yang dapat diperjualbelikan. Oleh karena itu, kita perlu memberikan perhatian khusus pada perlindungan perempuan dan anak-anak,” ujarnya.
Melalui pelatihan ini, diharapkan para mahasiswa Stipas Kupang dapat menjadi agen perubahan di masyarakat. Mereka akan berperan aktif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya TPPO, serta memberikan pendampingan kepada korban.
“Kami berharap para mahasiswa dapat menjadi contoh bagi teman-temannya dan masyarakat sekitar. Dengan pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki, mereka dapat membantu mencegah terjadinya kasus TPPO di masa mendatang,” pungkas Romo Agus. (Nino)