Kupang-suaraNTT.com,-Makin memanas setelah isu yang beredar Marten Soleman konai alias Teni Konay salah satu tersangka kasus pembunuhan di Oesapa Kupang berpotensi bebas demi hukum.
Kepada media, Senin (23/10/2023) Fransisco Bessi sala satu kuasa hukum dari Teni Konay mengatakan dua hal penting yang membuat dirinya mengajukan permohonan pra peradilan terhadap polres Kupang kota dengan perkara Nomor:06/Pid.Pra/2023/PN-Kupang
“Ada dua hal yang kemudian menjadi materi pra peradilan yang pertama kesalahan administrasi formilnya yang paling menonjol adalah SPDP apakah dari pihak kepolisian dalam hal ini Polres Kupang kota atau pihak kejaksaan negeri kota Kupang.”Ucap Sisco Bessi kepada Tim Media melalui via telepon
Selain itu Sisco Bessi juga mempersoalkan terkait alat bukti yang digunakan oleh penyidik polres Kupang kota, yang hanya mendengar keterangan saksi tanpa ada bukti pendukung lain. Menurut Sisco Bessi hal ini tidak sesuai dengan Ketentuan asas unus testis nullus testis jika keterangan saksi hanya berdiri sendiri tanpa dukungan alat bukti lainnya maka tidak memiliki kekuatan pembuktian.
“Ada kelemahan dalam bukti permulaan yang cukup,l sesuai ketentuan KUHP dimana penyidik polres Kupang hanya mendengar keterangan dari satu orang untuk menjadi dasar menetapkan klien saya tersangka, tentu satu orang saksi bukan lah saksi dalam asas hukum pidana.”ujarnya
Sisco Bessi sangat berharap, jika bisa penyidik polres Kupang kota, membuka vaice note (VN) yang diduga terekam dalam Hp milik kliennya yang diduga menjadi bukti tambahan nanti di sidang pra peradilan.
“Itu VN (Voice Note) rekaman suara yang diduga menjadi bukti itu harus dibuka untuk perkuat bukti permulaan karena kalau itu tidak ada maka penetapan tersangka tidak memiliki dasar hukum yang kuat karena harus ada bukti permulaan yang cukup yakni dua alat bukti.” Cecar Sisco Bessi
Sementara informasi yang dihimpun tim media dari keluarga korban Alm. Roy Herman Bole, akan melakukan aksi damai dengan beberapa poin tuntutan dalam mengawal proses sidang pra peradilan yakni.
1. Bahwa proses praperadilan ini sangat rawan untuk mafia peradilan bermain didalamnya, bisa saja fakta2 syarat formil terkait penetapan TSK dibelokan sehingga mengakibatkan TSK bisa dilepas/bebas karena dinilai kurangnya syarat formil untuk menetapkan TSK.
2. Disilah peran majelis hakim yang memeriksa perkara gugatan praperadilan ini sangatlah krusial, karena bnyk celah untuk menafsirkan aturan terkait syarat formil tsb sudah terpenuhi atau belum.
3. Peran komisi yudisial NTT sangatlah diperlukan untuk mengawasi jalannya sidang sehingga bisa mengantisipasi potensi keberpihakan hakim kepada TSK, mengantisipasi praktek mafia peradilan.
Sampai berita ini diterbitkan pihak polres Kupang, melalui Kapolres Krisna Budhiaswanto belum merespon konfirmasi yang dilakukan tim media melalui via VhatsApp. (*)