Kupang-suaraNTT.com,-Bupati Kupang Korinus Masneno yang di undang dalam acara seremonial peresmian dan syukuran air bersi dari LSM Cis Timor, dan listrik PLN di kecamatan Fatuleu kabupaten Kupang, provinsi NTT gagal diresmikan, sebab kedatangan Bupati Kupang dihadang warga Silu dan disuruh pulang.
Pembatalan itu terjadi karena warga desa silu dusun 5 Tuamnanu tidak terima kehadiran Bupati Kupang Korinus Masneno pada Rabu tanggal 3 Maret 2024 untuk meresmikan program yang belum rampung yakni program air bersi dan Listrik yang belum rampung namun dipaksakan untuk diresmikan.
Hal tersebut mengundang reaksi masyarakat dan menghadang mobil yang digunakan Bupati Kupang saat memasuki lokasi kegiatan tenda syukuran, peresmian Listrik dan Air bersih, dengan membawa dua poster bertuliskan “jangan atas nama kesejahteraan untuk kepentingan politik” dan poster yang kedua bertuliskan “Kami tolak syukuran listrik dan air hari ini”
Menurut warga pengerjaan listrik belum 100 persen selesai, dan kegiatan syukuran atau seremonial peresmian yang dirancang hanya secara sepihak oleh pemerintah kecamatan dan desa tanpa melibatkan warga setempat.
Anggota BPD desa silu, Yoyarid Abram Tulle atau biasa disapa Oya Tulle, warga RT 18, RW 9, dusun 5 Tuamnanu Desa silu, kecamatan Fatuleu, kabupaten Kupang, mengungkap kekesalannya bahwa tamu undangan yang memenuhi tenda syukuran adalah 90 persen dari luar wilayah dusun Tuamnanu ,atau bukan sebagai penerima manfaat Listrik dan air yang hendak diresmikan bupati kupang. Sehingga dirinya menyesalkan pola komunikasi antara Camat kecamatan fatuleu, dan kepala desa silu terhadap masyarakat penerima manfaat listrik dan air.
Oya Tule menjelaskan bahwa pemerintah kecamatan dan desa tidak menghargai masyarakat desa silu, hal tersebut yang mengundang Amara dan terpaksa harus membatalkan peresmian dengan cara mengusir pulang bupati Kupang.
“Alasan kami membatalkan itu, kami rasa bahwa ada tindakan pembodohan dari oknum-oknum tertentu yang memaksa masyarakat untuk mengumpulkan uang 50 per KK dengan alasan untuk terlaksana kegiatan syukuran ini, dan itu dilakukan tanpa musyawarah bersama masyarakat tapi hanya beberapa pihak saja” Jelas Oya.
Selain itu dijelaskan pula proses pengerjaan yang belum selesai, yakni listrik belum siap untuk dinyalakan, karena baru terpasang sekitar 20 meteran, bahkan untuk kegiatan syukuran pun masih menggunakan bantuan Genset untuk penerangan, sehingga warga Silu belum bisa memastikan kapan listrik akan menyalah secara utuh atau keseluruhan bagi penerima manfaat.
Sementara terkait air bersi dalam pengakuan warga bahwa aga sedikit membingungkan dikarenakan LSM seperti Cis Timor dan Chef Den Children membantu masyarakat di bagian pemipaan, sedangkan untuk bak penampung adalah swakelola dari masyarakat beberapa tahun yang lalu dan baru di chat beberapa jam sebelum di adakan peresmian.
“Itu chat saja masih basa, proses pembangunan bak yang mereka lakukan saja pecah, dan proses pemipaan juga belum 100 persen dikerjakan, lalu mereka datang dan mengechat ulang bak itu menganggap bahwa itu hasil kerja mereka”jelas Oya Tulle
Oya Tule juga mengungkap adanya dugaan pungutan liar yang dilakukan pemerintah Desa, dugaan ini muncul karena adanya pungutan biaya syukuran dan peresmian sebesar 50 ribu tanpa melalui suatu musyawarah bersama masyarakat.
Anggota BPD ini, juga mengakui bahwa secara adat istiadat atau budaya Timor tidak seharusnya mengusir seorang Ayah atau yang dituakan sebagai orang tua di wilayah kabupaten Kupang namun, semua itu terjadi atas dasar kekecewaan melihat oknum-oknum yang menggunakan kekuasaan untuk melakukan pembodohan masyarakat.
Adapun tokoh masyarakat yang dituakan dalam wilayah dusun 5 Tuamnanu desa silu yakni Soleman Bani, menghadap Bupati Kupang dan menjelaskan keresahan, bahwa dirinya tidak dihargai sebagai orang tua yang sudah hidup bertahun-tahun di wilayah Tuamnanu.
Menurutnya harus ada komunikasih baik antara pemerintah desa dengan masyarakat setempat agar tidak ada ketersinggungan.
Alasan dirinya melakukan protes atas peresmian tersebut adalah orang-orang yang dilibatkan dalam kegiatan tersebut sebagian bukan berdomisili di wilayah dusun 5 Tuamnanu dan juga bukan sebagai penerima manfaat air dan listrik.
Lebih jauh Soleman Bani menjelaskan bahwa sejak awal proses pengerjaan air warga di libatkan dan mengumpulkan uang 10 ribu untuk biaya syukuran Doa peletakan batu pertama atau memulai proses pengerjaan, namun saat peresmian masyarakat tidak diundang secara keseluruhan.
Saking kesalnya orang tua Soleman Bani sampai memukul tanah dan menyuruh Bupati Kupang pulang, saat ditanyakan awak media dirinya menjelaskan bahwa hal itu merupakan simbol adat istiadat bahwa leluhur pun tidak akan mendukung kegiatan tersebut karena tokoh adat yang dihadirkan dalam tenda syukuran bukan merupakan penduduk di wilayah tersebut.
“Kenapa sa pukul tanah, acara adat di dalam sini (wilayah Tuamnanu) itu bukan tokoh sini, itu orang tua dari tokoh lain. Itu dari Tokoh Tapatab sedangkan kita disini Topteeko, kita juga ada desa kita juga ada orang tua kenapa datangkan orang dari luar, kenapa dia tidak buat di dia punya wilayah datang buat di kita, sehingga saya tidak terima, saya Pu leluhur ada kubur di sekitar sini dalam ini tempat masa ko kita disini tidak dihargai bagaimna.” Jelas Soleman.
Adapula beberapa poin tuntutan yang disampaikan secara terbuka oleh Oya Tulle kepada Bupati Kupang yakni membatalkan peresmian karena proses pengerjaan belum selesai namun di paksakan, yang kedua mengutuk oknum-oknum yang melakukan pembodohan masyarakat di wilayah desa silu, dan yang ke tiga meminta pihak PLN dan yayasan untuk segera menyelesaikan proses pengerjaan.
Setelah menunggu kurang lebih 15 menit, dalam pantauan media ini, Korinus Masneno pun turun dari mobil DH -1 Kabupaten Kupang menghampiri warga yang sedang melakukan aksi protes dengan sikap dingin.
Korinus Masneno yang tidak ingin adanya konflik antar wargapun memberi arahan bahwa harus selesaikan dulu masalah internal di bawa, arahan ini ditujukan kepada camat Fatuleu dan juga kepala desa Silu, menurutnya tidak boleh ada pertikaian sehingga dirinya akan pulang dan tidak meresmikan kegiatan tersebut.
Dikatakan Korinus Masneno, bahwa semuanya adalah program kerja sehingga bukan persoalan peresmiannya namun harus dikerjakan secara tuntas.
“Jangan ada konflik antar warga, jadi saya akan pulang tidak ikut peresmian, saya datang itu di undang dalam acara syukuran dan peresmian jadi saya tidak tahu apa-apa.”tuturnya.
Setelah dilakukan upaya lobih dan negosiasi antara pihak perintah kecamatan dan desa hasilnya tetap warga tidak ingin masuk dalam tenda syukuran atau peresmian akhirnya bupati kupang pun Pamit untuk pulang.