Kupang-suaramudaflobamora.com,-Sebuah harapan bagi pemilik tanah ulayat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) muncul dengan kehadiran Pondok Agraria.
Dalam konteks yang lebih luas, Pondok Agraria memiliki potensi untuk menjadi penyelamat bagi pemilik tanah ulayat yang selama ini menghadapi tantangan dalam pengelolaan lahan dan penerbitan sertifikat tanah.
Masyarakat ulayat di NTT selama ini menghadapi kesulitan dalam mengelola dan mendapatkan sertifikat tanah karena tanah yang mereka huni sering kali tergolong sebagai kawasan kehutanan.
Padahal, jika melihat sejarah, tanah ulayat ini telah dihuni oleh masyarakat setempat selama ratusan tahun sebelum Indonesia merdeka.
Masalah ini juga berdampak pada program relokasi perumahan, terutama dalam konteks relokasi bantuan perumahan Serangan Umum 1975 (Seroja), yang tidak dapat dilaksanakan karena lokasi pembangunan berada di kawasan kehutanan.
Diketahui masyarakat dari lima desa yang tidak diakomodir hak relokasinya di wilayah kabupaten kupang
Lima Desa tersebut yakni Kelurahan Naibonat, desa Pukdale, Kecamatan Kupang Timur, Desa Oesena, Kecamatan Amarasi, Desa Merbaun dan desa Tunbaun, Kecamatan Amarasi Barat
Semua permasalahan ini menjadi motivasi bagi salah satu calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Partai Demokrat, Yerak A. Bobilex Pakh, atau lebih akrab dikenal sebagai Bobi Pakh.
Pada kunjungan ke Pondok Agraria, Kamis (12/10/23), Bobi Pakh dengan tegas menyatakan bahwa perjuangan Pondok Agraria adalah untuk memperjuangkan hak pemilik tanah ulayat kepada masyarakat.
Pondok Agraria hadir untuk membantu masyarakat dalam melawan untuk hak kepemilikan tanah ulayat yang selama ini belum mendapat pengakuan yang pantas.
Menurut Bobi Pakh, masyarakat pemilik tanah ulayat tidak akan merasa tenang jika kepemilikan tanah yang telah mereka tempati belum diakui.
Bagaimana masyarakat bisa merasa tenang jika pemerintah masih mengklaim tanah ulayat sebagai kawasan hutan?,” tegasnya.
Saat ini, banyak masyarakat ulayat yang telah mengadukan masalah tanah mereka yang diklaim sebagai tanah negara oleh instansi kehutanan.
Ini harus dibenahi. Undang-undang menjamin hak kepemilikan tanah ulayat,” tambahnya.
Pondok Agraria hadir sebagai tempat bagi masyarakat pemilik tanah ulayat yang belum dapat mengelola atau mengurus sertifikat tanah mereka.
Bobi Pakh mempersilakan para pemilik tanah yang memiliki masalah serupa untuk datang ke Pondok Agraria, yang terletak di Desa Mata Air, dengan tujuan untuk mencari solusi bersama.
Bobi juga mengekspresikan keprihatinannya terhadap beberapa lokasi relokasi perumahan Seroja yang tidak dapat dibangun akibat kendala masalah tanah, yang dikategorikan sebagai wilayah kawasan kehutanan.
Ini adalah keadaan darurat, masalah bencana. Bahkan dalam situasi darurat pun, masalah tanah ini menghambat pembangunan rumah bantuan Seroja,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Bobi Pakh, secara pribadi, siap untuk berjuang dalam memperjuangkan tanah-tanah yang akan dijadikan lokasi relokasi, bahkan jika tanah tersebut berada dalam kawasan kehutanan.
Pondok Agraria menjadi harapan bagi pemilik tanah ulayat di NTT untuk mendapatkan pengakuan yang pantas atas kepemilikan mereka dan mengatasi berbagai hambatan yang muncul dalam pengelolaan tanah ulayat.
Semoga Pondok Agraria dapat membuka jalan bagi pemilik tanah ulayat untuk meraih keadilan dan hak kepemilikan yang sudah seharusnya mereka miliki. (**)