Ikif Gelar Dialog Publik, Relokasi Pulau Kera

Berita145 Dilihat

SUARANTT.COM,-Ikatan Kaum Intelektual Fatuleu IKIF Gelar dialog publik guna mencari resolusi bagi warga pulau Kera, pada Kamis (22/05/2025) di Aula gedung pramuka nusa tenggara timur NTT.

Kegiatan yang dihadiri berbagai organisasi kepemudaan dan kemasyarakatan seperti Komite Nasional Indonesia KNPI cabang NTT Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia GMKI cabang Kupang, Gerakan mahasiswa Flobamora GMF, Fron Mahasiswa Nasional FMN, Ikatan Mahasiswa Amarasi IKARASI, Forum Solidaritas Mahasiswa Belu FOSMAB, Sahabat Alam SABAT, Ikatan Mahasiswa kanokar Liurai ITAKANRAI, dan juga Ormawa kampus seperti Badan Eksekutif Mahasiswa BEM STIKUM Sekolah tinggi ilmu hukum Prof. Dr Yohanes Usfunan,SH.,MH., Badan Eksekutif Mahasiswa BEM Sekolah tinggi ilmu Manejemen dan ada beberapa perwakilan BEM lainnya, terpantau berjalan lancar.

Ketua IKIF  Asten Bait, dalam sambutannya mengatakan kegiatan dialog sengaja didesain untuk mencari solusi polemik pulau Kera. Sebab menurutnya polemik pulau Kera sudah membias kemana-mana sehingga diciptakan ruang dialog untuk menyatukan pikiran dari berbagai unsur termasuk pemerintah agar ada resolusi untuk pulau Kera.

Ia juga tak lupa menyampaikan permohonan maaf, sebab awalnya kegiatan direncanakan akan libatkan unsur pemerintah yakni  bupati kupang Yosef Lede dan Fransiska Vivi Ganggas selaku kepala badan pertanahan nasional BPN NTT namun terjadi mis komunikasi sehingga tidak berkesempatan hadir, namun komitmen dan konsistensi organisasi tetap melakukan dialog publik.

“Saya sebagai ketua umum mewakili panitia menyampaikan permohonan maaf, atas ketidak hadiran unsur pemerintah, sebab ada kekeliruan dalam komunikasi,” ujarnya.

Sementar kedua pembicara yang dihadirkan dari akademisi ada Yefta Yerianto Sabaat,S.IP,.M.IP, dan juga ketua Aliansi Gerakan Reforma Agraria AGRA, Fadli Anetong,S.Sos memberi pandangan. konstruktif dalam menelisik polemik pulau kera.

Ketua Aliansi AGRA, Fadli biasa ia disapa menyebut relokasi bukan satu-satunya solusi bagi warga pulau kera. Sehingga perlu ada kajian mendalam, karena partisipasi warga pulau Kera sangat penting dalam pengambilan keputusan.

Dikatakan Fadli, ada fakta sejarah yang diabaikan pemerintah, yakni pembongkaran puluhan makam di pulau kera pada tahun 1992, sebab hal itu menjadi tanda bawa kehidupan warga pulau kera bukan baru, sehingga pola pendekatan harus lebih humanis.

“Ada sejarah yang belum di angkat, yakni pembongkaran Makam di pulau Kera, tentu saja warga disana juga punya leluhur, dan belum jelas tulang belulangnya ada dimana sekarang, Harusnya hal itu dipertimbangkan,” Jelasnya.

Selain itu, dirinya Membeberkan beberapa fakta sejarah sesuai investigasi bahwa upaya pemerintah kabupaten kupang untuk merelokasi warga pulau kera sudah dilakukan saat masih kepemimpinan bupati yang lalu. Dimana sempat diisukan akan direlokasikan ke pulau semau, karena ada puluhan rumah yang dibangun untuk transmigrasi lokal (Translok) tetapi tidak digunakan maka pemerintah mengontrak selama 3 tahun untuk di tempati warga pulau Kera. Namun setelah di tindak lanjuti niat tersebut gagal, sebab jarak lokasi dan juga pesisir pantai tempat pencarian nafkah berjarak cukup jauh 6,KM.

Lanjut Ketua AGRA, Katakan ada lagi upaya pemerintah untuk merelokasi warga pulau Kera ke desa Pariti kecamatan Sulamu, namun tetap gagal, Kini adalagi upaya pemerintah untuk merelokasi warga pulau Kera ke Desa Pantulan.

Menurutnya upaya pemerintah dalam merelokasi itu baik namun perlu ada kajian dan konsep pembangunan di pulau Kera, sebab motif dari relokasi pulau kera, seperti dijelaskan pemerintah soal kemanusiaan maka harus dilihat secara utuh.

“Kalau relokasi karena pertimbangan kemanusiaan, maka harus ada kejelasan, tidak boleh ada kehidupan di pulau Kera, kalau ada investor atau pengusaha yang membangun disana berarti masih ada kehidupan di sana, dan hal itu akan mematahkan dalih pemerintah bahwa motifnya adalah kemanusiaan,” Ungkapnya.

Menurutnya ada motif lain dari pemerintah kabupaten kupang terkait upaya relokasi, karena terlihat Pitobi grup terus gencar membangun disana.

“Kalau Pitobi membangun disana maka akan ada kehidupan disana, pasti ada kunjungan wisatawan, lalu bagaimna dengan dalih pemerintah bawa pulau Kera tidak bisa ada kehidupan, Jangan sampai Pitobi Grup pakai tameng pemerintah untuk melancarkan usaha disana dengan merelokasi warga,” Ujarnya.

Sementara Yefta Sabaat,S.IP.,M.IP, salah satu dosen ilmu politik di Undana kupang, yang menjadi pembicara menekankan kebijakan pemerintah harus menguntungkan rakyat tidak boleh menguntungkan investor atau pengusaha, itulah konsep bernegara.

Dikatakan Yefta Sabaat, Upaya pemerintah merelokasi warga pulau kera adalah salah satu solusi, namun bukan satu-satunya solusi.

Pulau Kera, menjadi sorotan publik, ketika bupati kupang secara blak-blakan mengatakan akan ada relokasi sebab ada perintah presiden prabowo kepada bupati kupang melalui telepon seluler.

Hal ini menurut Dosen Ilmu politik, bahwa sudah diluar jalur sistem pemerintahan yang baik, sebab sistem pemerintahan negara Republik Indonesia adalah birokrasi administrasi bukan birokrasi lisan.

“Kalau bupati kupang mau bertindak atas perintah presiden prabowo paling tidak ada surat perintah, agar warga juga bisa memahami dan tidak muncul konflik besar,” ucapnya.

Yefta menyebut, ruang dialog sangat penting dalam memecahkan persoalan pulau Kera, sebagai akademisi dirinya memberi pandangan konstruktif, tanpa memihak namun memiliki latar belakang sebagai aktivis akan berpihak pada kepentingan rakyat.

“Kita belum mendapatkan konsep relokasi dan konsep pembangunan dari pemerintah secara utuh, sehingga ruang dialog seperti ini sangat bagus kalau ada keterwakilan pemerintah,” Ujarnya.

Dirinya juga  menilai, ada motivasi lain dari sekedar bicara hal kemanusiaan, sebab status pulau Kera berdasarkan informasi ada pembangunan dari Pitobi grup.

“Kita perlu melihat secara utuh, apa tujuan relokasi, setelah relokasi apa yang akan pemerintah buat di pulau Kera, jangan sempai relokasi habis pihak ke tiga yang kelola dan mengambil keuntungan di pulau Kera,” Tutur Dosen Ilmu Politik.

Ia juga mengatakan relokasi bukan satu-satunya solusi, jika pemerintah serius masih ada banyak cara lain, bisa saja dengan meningkatkan pelayanan publik di pulau kera, dan menetapkan pulau kera sebagai salah satu pemukiman di wilayaj kabupaten kupang, namun semua itu kembali pada keseriusan pemerintah.

“Pemerintah harus serius, jangan ada kepentingan pihak lain, namun benar-benar bicara kepentingan warga,” Ucapnya.

Yefta Sabaat juga, mengatakan penting untuk membicarakan polemik pulau Kera walaupun belum terjadi relokasi namun setiap kebijakan yang berpotensi merugikan masyarakat harus dicegah.

“Jadi ruang dialog ini sudah bagus, kita bertukar pikiran mencari solusi, untuk melahirkan sebuah resolusi, walaupun hari ini kita tidak bisa jadikan ruang resolusi karena pihak pengambil keputusan yakni pemerintah tidak ada, namun harus terus di upayakan agar ada resolusi,” Ucapnya lagi.